Don’t Let Me Be Your Burden, my Child….

Seorang karyawan baru di kantor saya. Baru bekerja 5 hari. Kemudian mengundurkan diri. Dia seorang anak fresh graduate yang sedang giat-giatnya mencari kerja. Terpaksa mengundurkan diri karena ibunya masuk UGD dan dilanjutkan rawat inap di RS karena penyakit yang cukup berat.

Membutuhkan perhatian lebih sehingga sang anak yang di antara saudara sekandungnya (kakak-kakaknya sudah menikah dan punya anak) paling memungkinkan menjaga dan merawat sang ibu, harus resign dari kantor kami.

Seorang kandidat karyawan yang baru mau diajak deal masalah salary, mengundurkan diri dari proses rekrutmen. Alasannya, dia sudah berunding dengan keluarganya dan nampaknya sulit untuk bekerja jauh dari rumah, padahal posisi yang dia lamar adalah passionnya sejak di bangku kuliah. Ibu bapaknya sudah bercerai, dan sang ibu tinggal bertiga dengan sang kandidat dan adik kandidat, jauh di daerah Bogor. Satu jam lebih menempuh perjalanan dengan kereta ke kantor saya. “Kalau nanti pas harus overtime, kasian ibu saya mbak, malam-malam sendiri di rumah. Adik saya mondok di pesantren, pulang hanya weekend aja. Ibu gak ada teman sehari-hari,” begitu ia bilang ke saya.

Another employee: sudah hampir tiga bulan menempuh masa probation, dengan berat hati terpaksa tidak meneruskan. Ayahnya meninggal dan sebagai anak satu-satunya yang masih bisa diandalkan, sang ibu yang juga sudah sakit-sakitan, meminta si anak kembali ke kampung halaman di Yogya untuk meneruskan usaha rumah makan almarhum ayahnya. Si anak tidak bisa menolak. meninggalkan harapan dan cita-citanya bekerja di agency yang keren alias kantor saya.

Setelah semua yang saya alami di atas, saya ucapkan sebuah harapan sekaligus doa dalam hati.

doa-ibu

*kemudian saya mbrebes mili sendiri….*

signature

21 thoughts on “Don’t Let Me Be Your Burden, my Child….

  1. alaniadita says:

    Ini case lumrah sekali yaaa mbak, di dunia per-HRD-an.
    Dan sebagai HR tiada daya upaya selain mendoakan semoga, dengan memilih memprioritaskan orang tua, para karyawan ini diberikan jalan rezeki dari tempat lain.

    Kemudian, berdoa untuk diri sendiri untuk kesehatan kedua orang tua.
    Lesson learned ada dimana mana 🙂

    Like

  2. helmavania says:

    Akkkk mba Imel. Itu yang dirasain pasti dilema banget ya. Cuma semoga yang dipilih yang terbaik buat anak baru yang resign itu. Duhhh, jadi kepikiran kalo punya anak besok terus anak nya udah gede kayak gitu 😀

    Like

  3. Hello its me, Wabbit says:

    IYA BANGET :'(((
    Pengen ngomong gitu juga ke anak kutu.

    Mamaku juga hampir gak pernah ngelarang anak anaknya kerja apa dimana. (kecuali kakak yang dilarang pesiar – karena alasan gak masuk akal) tapi waktu mama sakit kemarin rasanya aku udah siap banget resign untuk jagain mama. Bermodalkan pemikiran “demi mama, rejeki pasti gak akan putus. jangan sampe (amit amit) nyesel karena gak jagain mama”
    tapi mama malah bilang jangan resign. BIMBANG KAN YAAAA~ hahaha
    syukurlah waktu itu sembuh.

    Like

    • imeldasutarno says:

      hiks hiks…iya mbak tasha. Ih mamanya hebat dan tegar. Mudah-mudahan aku bisa seperti mamanya mbak tasha kalau ternyata di hari tuaku, jiwa raga ini gak diijinkan sehat sama Yang Punya Hak Hidup. Amiiiin….. Makasih udah baca ya mbak 🙂

      Like

  4. ira i / ira noor says:

    Mbak Imel sayang….mohon maaf sebelumnya *kalo ga berkenan dgn komen saya monggo dihapus*.

    Mbak aku dan Mama ku dulu punya pikiran sama yaitu tidak mau merepotkan anak-anak. Tapi kami dinasehati oleh seorang ustadz, menurut beliau kita nggak boleh ngomong begitu. Ortu wajib merawat anaknya dan sebaliknya anak juga punya kewajiban thd ortunya (birrul walidain), ortu harus memberi kesempatan pada anaknya untuk melaksanakan birrul walidain, gak boleh dihalangi oleh ortunya.

    Dulu Mama ku bener2 nggak mau banget ngerepotin anak-anaknya, malah sebaliknya beliau selalu mbantu kami. Sampai saya bingung gmn cara berbakti kpd Mama selain mendoakan beliau.

    Liked by 1 person

  5. herva yulyanti says:

    Aku jadi ingat alm ibuku mba, saat itu mamah bilang, mamah ga mau merepotkan anak2 dan betul saja mamah meninggal tanpa sakit, prosesi pemakaman begitu lancar yang ternyata diam2 blio membayar iuran kematian padahal bapakku melarang.

    Like

    • imeldasutarno says:

      mba herva…sering juga gak ngalamin begini di kantormu? Hehe. Ya Allah almarhumah ibunya mbak luar biasa ya….mudah-mudahan aku pun nanti bisa mencontoh teladan almarhumah….Al Fathihah untuk beliau dariku mbak

      Like

  6. Nurul Fitri Fatkhani says:

    Memang sudah kewajiban seorang anak untuk merawat orangtuanya. Dan saya, akan selalu berusaha bisa merawat orangtua saya. Tapi bagaimanapun juga, saya gak mau merepotkan anak-anak saya. Oleh karenanya saya suka berdoa, semoga jika sudah waktunya, saya tidak merepotkan siapa pun.

    Like

  7. Indah Julianti Sibarani says:

    Kadang rencana itu tidak selalu berjalan sesuai dengan kenyataan, mbak Imel 🙂
    Dulu, almarhumah Mama saya sewaktu masih sehat, nggak mau merepotkan anaknya.
    Tetap tinggal sendiri di rumah walau Bapak sudah meninggal lebih dulu, sibuk pergi ngaji ke sana sini tanpa minta ditemani anak-anaknya kecuali dianterin supir. Tapi begitu sakit, ya mau nggak mau harus tinggal di rumah salah satu anaknya biar anaknya nggak mondar-mandir.
    Ibu mertua saya sampai sekarang masih sehat, tinggal sendiri di rumahnya tanpa ada anak atau cucunya yang tinggal bersama, walau rumahnya memang dekat dengan saya.
    Menurut saya sih, tidak ada orangtua yang ingin merepotkan anak-anaknya dan tidak menuntut untuk meminta balasan atas apa yang mereka lakukann.
    Anak-anak saja yang ingin berbakti dengan caranya masing-masing 🙂
    Ini sekedar pendapat saya lho ya, semoga berkenan.

    Like

    • imeldasutarno says:

      Duh mimpi apa saya semalam, blog ini dikunjungi sama Co-Foundernya KEB? Mbak, makasih banget udah mampir ke blog amatir ini ya….saya jadi salting tauuuu….
      Iya mbak setuju, anak-anak ingin berbakti dengan caranya masing-masing. Tapi yah saya manusia biasa yang kadang baperannya tingkat dewa mbak, jadi pas ngalamin kejadian sama karyawan-karyawan yang terpaksa resign karena alasan ortu sakit itu, kadang ya sedih juga liat si karyawannya yg mungkin masih punya begitu banyak harapan dan cita-cita. Hiks….susah kalo baperan gini ya mbak. Jadi pengen nangis lagi.
      Hiks hiks…makasih ya mbak 🙂

      Like

  8. Keke Naima says:

    sedih. Pesan ini juga yang selalu diucapkan orang tua saya. Tidak ingin menjadi orang tua yang merepotkan anak. Berharap semoga selalu diberi kesehatan. Setelah jadi orang tua, kayaknya saya pun berharap yang sama

    Like

    • imeldasutarno says:

      duh…blogku dikunjungi blogger ngetop kayak mba Myra begini…senengnya hatiku. Terima kasih sudah baca ya mbak. Iya, mudah-mudahan kita sehat-sehat terus di masa lansia kita nanti ya mbak, amiiin……

      Like

Leave a comment