Kisah Bapak Ali

Bekerja di bidang industri manapun, kita pasti mau tidak mau akan berusaha bergabung dengan komunitas, yang isinya sesama pekerja di bidang industri tersebut. Jadi misalnya kita arsitek, pasti dong pengen gabung sama sesama arsitek entah di satu kota yang sama maupun skala nasional. Nyari teman seprofesi, senasib, saling bertukar knowledge dan experience, plus nambah teman baru.

Kebutuhan berkomunitas sekarang pun mudah banget berkat teknologi. Langsung aja gabung di grup Facebook atau WA. Gak perlu ketemu muka, sebuah komunitas udah bisa punya ratusan anggota dalam waktu singkat.

Nah saya sebagai orang yang kerja di creative agency, juga mengalami hal yang sama. Gabung di komunitas sesama anak agency di Facebook. Biasanya yang diobrolin gak jauh-jauh dari suka duka selama bekerja dengan klien, atau saling kasih info soal lowker di masing-masing perusahaan. Dan postingan yang mendominasi hampir setiap hari ya memang soal lowker. Seiring makin banyaknya agency baru dan start up bermunculan, sudah tentu membutuhkan SDM yang mumpuni dan skillful, plus diutamakan yang masih fresh blood alias masih muda-muda.

Gara-gara banyaknya postingan lowker di grup yang saya ikuti ini, lalu terjadilah semacam fenomena. Bukan fenomena…..duh apa ya namanya? Jadi intinya, ada satu orang, sebut aja namanya Bapak Ali. Si Bapak Ali ini saban ada yang posting lowker, pasti dia pun melamar. Entah untuk posisi Designer, Fotografer, Video Editor, Animator, apapun yang kaitannya masih dengan per-design-an. Pada akhirnya, saban Pak Ali komen di status tiap lowker bahwa : “saya sudah send lowongannya ya, tolong direview”, semua member baca dan akhirnya pada hafal. Saking keseringannya. Sangat konsisten.

Yang miris, sejak tahun 2015-an sampai hari ini tahun 2018, dia masih melakukan hal yang sama. Bahkan di beberapa postingan terang-terangan bilang kalau dia saat ini nganggur udah lama, butuh uang untuk hidup, dan kalo gak bisa jadi designer, jadi sopir pun jadilah. Sampe di sini speechless.

On the other hand, Bapak Ali ini akhirnya menjadi semacam legend di dalam grup. Menjadi trending topic. Sudah tentu dalam konotasi negatif. Jadi bahan bully-an behind his back, di antara para member yang well educated, skillful, young and fresh blood. Bahkan sampai ada yang membuat hestek #BapakAli di belakang layar. Beberapa company seringkali membuka lowker yang sama sebanyak 2-3 kali, mengingat turn over di creative agency memang terkadang suka gak bisa diprediksi. Dan lagi-lagi beliau melamar. Sampai ada satu HRD yang punya inbox khusus Bapak Ali, saking seringnya beliau melamar tiap kali ada lowker di perusahaan si HRD tersebut.

For your info, Bapak Ali ini usianya sudah 49 tahun. Dan apabila melihat akun sosmed Bapak Ali yang penuh dengan portofolionya, mungkin temans akan mengurut dada. Karya-karyanya memang jauh dari bagus. Logikanya: bagaimana orang mau tertarik untuk meng-hire jika portofolionya kurang sedap dipandang? Plus usianya juga membuat orang berpikir ulang.

Lalu, dari yang awalnya para member ketiwi ketiwi di belakang layar, sampai akhirnya ada beberapa yang beneran kasian dalam arti sesungguhnya. Sampai ada yang speak up di grup Instagram (kebetulan Bapak Ali gak punya IG): somebody please give him a chance, kasihan gw lama-lama ngliatnya.
Sounds so desperate. Yang speak up itu sudah pasti desperate karena di satu sisi ia kasian beneran, tapi di sisi lain apa daya ia dan perusahaan tempatnya bekerja benar-benar belum bisa merekrut Bapak Ali karena memang tidak memenuhi kompetensi yang diharapkan. Dan ke-desperate-an itu juga terjadi di hampir semua member yang posting lowker.

Pada akhirnya tidak ada yang dapat kami lakukan, selain hanya bisa mendoakan Pak Ali, semoga beliau lekas mendapat pekerjaan, yang halal dan bisa membiayai kehidupan beliau dan keluarganya sehari-hari. Semoga dimudahkan langkahnya oleh Yang Maha Kuasa…amiiiin….
signature

17 thoughts on “Kisah Bapak Ali

  1. Hendi Setiyanto says:

    mungkin harus benar2 dijelaskan walaupun pasti bakalan ga enak, tapi siapa yang berani? tapi kasihan juga kalau harus di PHP in terus, padahal kesemuanya karena alasan2 tadi, hiks, di satu sisi kasihan tapi ya memang harus sadar diri juga seharusnya

    Liked by 1 person

  2. Melissa Octoviani says:

    kasian juga ya, tapi emang di agency itu kan yang pertama diliat pasti portfolio dan skill… kalo dari portfolio aja uda ga masuk kriteria, pasti susah untuk hire dia… mungkin dia bisa cari job lain selain di bidang creative, jadi sales gitu misalnya…

    Liked by 1 person

    • imeldasutarno says:

      Iya betul mbak, dan usia juga pengaruh. Makin muda makin dicari. Kalo sudah usia uzur biasanya untuk posisi yang juga tinggi ya seperti General Manager dan sejenisnya.
      Nah susahnya si bapak seperti ga bisa move on, keukueh sumekeuh pengen banget kerja di bidang design aja 😦

      Like

    • imeldasutarno says:

      Itulah Emm…entah orangnya memang udah batu apa gimana. Di komunitas itu udah bolak balik disindir, dibully, yang bersangkutan semacam gak merasa bahwa kita udah coba ngasi tau dengan cara-cara seperti itu hiks hiks 😦

      Like

Leave a comment