Harus Keluar dari yang Terlarang

Pernahkah dalam hidupmu, kalian merasa suka pada orang lain, tapi sayangnya beliau juga sudah milik orang lain? Pusing gak bacanya? Saya aja yang nulis pusing wahahaha.

Jadi misalnya begini: saya menyukai teman pria saya. Etapi sayangnya, beliau sudah punya pacar. Manusiawi jika kita menyukai orang lain. Itulah yang menyebabkan ada yang namanya pacaran dan pernikahan. Namun bagi banyak orang, menjadi tidak manusiawi…atau tidak wajar jika yang disukai itu sudah ada yang punya *langsung inget Mbak Tyke yang nyanyi jagalah hati jangan kau nodai.

Nah kekacauan sering terjadi ketika orang yang kita sukai ini, bertemu kita setiap hari. You can run but you can’t hide banget. Padahal pengennya jangan ketemu tiap hari dong, supaya perasaan ini sedikit demi sedikit berkurang, bahkan hilang. Karena biar bagaimanapun….dia sudah milik orang lain. Siapa yang pernah ngalamin kayak gini ngacung? Sayaaaa…..!

Inget waktu sekolah dulu. Saya punya teman sekelas, cowok, yang tiap hari ya so pasti ketemu. Kebetulan kita berdua geng pagi, alias datangnya selalu paling pagi ketika kelas masih sunyi senyap. Akhirnya pagi-pagi daripada bengong, sering ngobrol cerita cerita. Curhat-curhat kecil juga. Dan posisi beliau….sudah punya pacar euy. Sayanya ya kok  seneng-seneng aja deketan dan ngobrol sama beliau. Rasanya nyaman. Sebaliknya diapun demikian. Walau saya tau, saya gak bakal bisa punya hubungan lebih jauh dengannya. Sampai suatu hari, beliau cerita kalau pacarnya suka cemburu ngeliat kedekatan saya dengannya tiap pagi. Saya tadinya udah mau mundur teratur, sampai teman cowok ini memperingatkan bahwa kita memang ga ngapa-ngapain selain ngobrol. Ga ada aktivitas terlarang yang menjurus, jadi biarkan soal cemburu itu menjadi urusannya saja dengan sang pacar. Di situ ada rasa gak enak sebetulnya, walau diam-diam tetap ngerasa gimana gitu. Ah zaman sekolah dulu ye…zamannya cintrong monyet haha…Cinta tak berbalas.
Tiap pulang ke rumah, saya selalu coba berpikir…gimana caranya ya supaya si dia enyah dari pikiran saya walau kami tetap harus bertemu setiap hari?

Itu cerita waktu sekolah. Pun ketika bekerja, saya juga menyukai rekan sekerja. Dan posisinya lebih parah saat itu. dia sudah berkeluarga, saya memang masih single. Kalau sudah menyangkut berkeluarga, apa iya mau dicap pelakor dan sederet stigma negatif lainnya? Waduh makasih deh. Mau mundur teratur, lhah ndilalah ketemu terus sama orangnya saban hari Senin sampai Jumat di kantor. Duh syungguhlah pusing diri ini. Susah buanget menghilangkan bayangan dirinya dari hidup ini (kalimatnya udah mirip lirik lagu galau belum?).
Sampai akhirnya saya bertekad dan mencamkan mantra yang harus diucap dan dipraktikan setiap hari:

Pikirkan semua yang jelek tentang dirinya. 

Flash back ke teman sekolah saya. Apa yang jelek tentang dia? Ternyata di balik kenyamanan saya berada dekatnya, dia adalah sosok pria pengecut. Saya ingat suatu hari ada insiden di kelas yang membuat meja dan alat tulis guru berantakan. Bu guru yang datang setelah insiden, marah dan bersikukuh bertanya siapa pelaku insiden tersebut. Saya tau persis, dia ikutan terlibat dalam peristiwa itu bersama beberapa teman pria lain. Teman yang lain maju dan akhirnya menerima hukuman dari guru….namun tidak dengannya. Ia cari selamat. Ia diam saja di bangkunya seolah-olah bukan salah satu pelaku. It’s a big no for me. Lalu apalagi? Ternyata ia juga memanfaatkan saya. Pinjam pe-er dan tugas dan minta diprioritaskan. Rupanya ada udang di balik bakwan. Bukan hanya sekedar dekat tapi…ah sudahlah….

Kemudian teman sekerja yang sudah berkeluarga itu. Apa jelek-jeleknya? Rupanya tagihannya banyak euy. Sebentar-sebentar resepsionis kantor menerima telepon tagihan dari aneka bank dan selalu beliau minta resepsionis berbohong dengan bilang bahwa ia tidak ada di tempat. Intinya ya belum bisa bayar tapi bank udah nagih melulu. Lalu, beliau ternyata perokok berat dan memiliki bronkhitis. Bahkan sampai sempat dirawat beberapa hari di RS. Ngerokoknya pun udah candu berat. Kemudian belum lagi beliau juga semacam Islam KTP. Saat Ramadhan tiba, beliau nongkrong di pantry saban pagi. Ngopi-ngopi cantik sembari cengengesan sama teman non muslim lain.
Hmmm…..sudah tagihannya banyak penyakitan pula. Ahayyyy….sedikit demi sedikit perasaan suka ini tergantikan dengan rada-rada ilfil. Karena kalau mau jujur, walau usia saya waktu itu masih usia belia nan single, sudah tentu mendamba pria mapan dan memiliki attitude bener kan? Ehehehe…. Dan lama kelamaan, bertemu dengannya saban hari rasa ini menjadi berubah flat sampai akhirnya tak ada rasa. Oh senangnya hatikuuu…..

Jadi begitulah temans. Kadang kita gak pernah tau kapan kita tiba-tiba terpapar dengan hubungan saling suka tapi terlarang. Ketika kita memaksa diri keluar dari hubungan terlarang itu, segera ucapkan mantra seperti saya di atas. Ingat-ingat semua jeleknya dan buruknya orang tersebut. Insya Allah berhasil. Maafin nyampah di feeds teman-teman dengan tulisan tak berfaedah begini ya hehehehe….
signature

10 thoughts on “Harus Keluar dari yang Terlarang

  1. Nuriska Fahmiany says:

    hhaa.. lucuu… iya pernah ngalamin dulu. waktu remaja. Kalau suka sama seseorang berasa dia sempurana. tapi kalau udah bisa menjauh, baru bisa sadar, dan ngelihat dia apa adanya, ngelihat dia dengan kacamata logika …. hhhaa

    Like

Leave a comment