PENGALAMAN MENDAFTAR SEKOLAH ANAK LEWAT PPDB ONLINE DKI JAKARTA (PART 2)

Nah nyambung lagi di sini ya. Supaya tulisannya gak kepanjangan saya bagi beberapa part.
Kita lanjutin ya ke jalur zonasi. Untuk jalur zonasi ini, terus terang ada cerita sedikit drama-drama di baliknya.

Jalur zonasi artinya jalur yang menggunakan alamat RT RW sesuai Kartu Keluarga.
Nah….drama dimulai saat: Kartu Keluarga kami tidak sesuai domisili kami yang sekarang. Flash back bulan Juli tahun 2021, di mana saya diskusi dengan bapaknya anak-anak soal mau menyekolahkan lanang di SMP mana. Di situ kemudian saya coba baca beberapa artikel di internet terkait PPDB. Jeng jeeeengg…… berasa kesamber petir di siang bolong. Ternyata sejak PPDB mengenal sistem zonasi, maka kalau kita domisili di Kecamatan A misalnya, lalu Kartu Keluarga (KK) masih belum pindah dari Kecamatan B, alhasil yang tercatat dalam sistem PPDB tetaplah KK Kecamatan B. Kalaupun ingin mengikuti zonasi sesuai domisili artinya harus pindah KK. Tapi, pindah KK inipun syaratnya: harus satu tahun sebelum PPDB berlangsung. Membaca artikel tersebut, kami buru-buru mengurus perpindahan KK.
Dan ternyata……….untuk tahun 2022 ini, cut off KK pindah sesuai domisili adalah tanggal 1 Juni 2022.
Sementara KK saya baru pindah di Agustus 2021 alias…………kurang dari setahun. Lemes gak lemes gak? Lemes dong.

Hasilnya, di PPDB 2022 ini, anak kami masih terdaftar di sistem PPDB dengan KK lama. Di daerah Halim Perdanakusumah. Sementara domisili kami dan KK terbaru kami adalah Duren Sawit. Masih sama-sama Jakarta Timur, tapi lumayan jauh jaraknya satu sama lain.

Sudahlah lewat jalur japres, lanang ga lolos gara-gara persentil nilai raport, di jalur zonasi pula pesimis bisa ikutan yang lokasi SMP nya sesuai atau dekat dengan domisili.

Di hari Rabu, tanggal 29 Juni 2022, di hari terakhir pendaftaran jalur zonasi SMP, pagi-pagi saya dan pak suami malah ngider sekitar rumah. Mendatangi beberapa sekolah swasta yang kami dapatkan dari referensi teman dan juga browsing di internet. Sampai jam 10.30 siang kami sudah berhasil mendatangi 2 SMP swasta Islam dekat rumah. Sudah bertemu dengan panitia di masing-masing sekolah dan mendapat penjelasan lengkap mulai dari uang masuk, SPP sampai metode pembelajaran. Alhamdullah 2 sekolah ini termasuk terjangkau biayanya bagi kami, gedungnya baru, dan kurikulumnya sesuai dengan yang kami harapkan. Saya sampai udah yakin salah satu dari sekolah tersebut akan jadi rezeki anak saya. Tinggal meyakinkan anaknya mengingat di situ full day school (pulang sekolah habis ashar).

Sesampainya kami di rumah dari ngider-ngider itu, diskusi ulang dengan pak suami nyambi buka laptop. Iseng memantau persaingan di zonasi, sambil ngobrol.

Pak suami bilang: ya udah kita coba aja masukin anak ke salah satu sekolah di zonasi KK lama kita, yang jaraknya paling terjangkau dari rumah kita. Ikut saja tahap zonasi yang sekarang, ga usah menunggu tahap 2.

Sementara pemikiran saya agak berbeda dan salah.

Saya bilang: duh pak, aku gak familiar sama lingkungan Halim. Mendingan nyekolahin anak di area Duren Sawit dan sekitarnya walau swasta, karena paham banget daerah sini. Udah, nanti aja kita ikutan tahap 2. Di situ ya palingan kita berebut bangku kosong, sukur-sukur bisa dapet bangku kosong di SMP deket rumah. Kalo gak tembus juga ya udahlah masukin aja di swasta yang tadi udah kita lihat bareng.

Pak suami bilang lagi: lha kamu gak ngeh? Jarak kita dari rumah ke sekolah swasta tadi, kalau dibandingkan dengan jarak dari rumah ke SMP Negeri sesuai zonasi di Halim, sami mawon. Persoalan gak familiar sama lingkungan, itu kan Halim, kompleknya TNI AU. Insya Allah justru lebih terjamin. Aman. Lama-lama juga nanti bisa adaptasi kok.

Terus akhirnya saya mikir-mikir ulang. Dan akhirnya kami membuat keputusan lumayan last minute. Ikutan zonasi meskipun dapet di Halim.

Akhirnya dengan mengucap bismillah, jam 11 siang saya mulai klik-klik di website PPDB DKI. Setelah data peserta siswa muncul, kita diberikan 6 SMPN di area zonasi sesuai KK lama, yang boleh kita pilih. Maksimal pilih 3 sekolah. Kami hanya memilih 2 sekolah di area Halim. Lalu submit. Satu menit kemudian statusnya masih MENUNGGU VERIFIKASI. Kemudian 10 menit kemudian saya refresh……….nama anak saya muncul, di urutan 76 dari 125 siswa yang ditampung via jalur zonasi di sekolah tersebut. Kaget juga saya. Dan ternyata benar bahwa jalur zonasi ini yang penting umur cukup tua, insya Allah bisa nembus.

Jam 11 submit, jam 14 sudah tutup pendaftaran online. Only in 3 hours, both of us made big decision for the future of our son. Sementara anaknya ke mana? Di tgl 29 Juni itu, doi outing dong sama seluruh kelas 6 dan guru-guru SD nya. Jadi dia samasekali ga tau, dan ga terlibat di keputusan last minute ini.
Dan ketika jam 14, kami cek lagi, anak kami turun ke urutan 78 dari 125 siswa. Sudah ke-locked di sistem, gak gerak lagi.

DITERIMA DI SMP NEGERI.

Kami berdua tu kayak gimanaaaaa gitu rasanya pas jam 14. Nano-nano. Bersyukur banget tapi di satu sisi ya mesti siap dengan konsekuensinya bahwa sekolah anak akan menjauh sedikit dari rumah. Harus selalu siap bangun lebih pagi, harus lebih siap ngeluarin uang bensin lebih karena jarak, dan segenap konsekuensi lainnya.

Malamnya ketika anak sudah pulang outing, kami akhirnya menjelaskan dan memberinya pengertian soal sekolah negeri tempat ia terdaftar tersebut. Alhamdulilah lanang menerima. Yang penting buat dia: ga ada pelajaran Bahasa Arab dan ga full day school ๐Ÿ™‚ (kalau di swasta Islam kan ada pelajaran Bahasa Arab yang cukup rumit menurut kami yang emang ga paham bahasa tersebut).

Begitulah jalur zonasi. Asal usia tua, masuk dalam zonasi sesuai ketentuan, insya Allah lolos. Nilai tidak diperhitungkan lagi. FYI, siswa tertua yang diterima lewat jalur zonasi di SMP anakku, berusia 13 tahun 8 bulan.

Sekarang tinggallah mempersiapkan mental dan fisik, agar bisa melewati 3 tahun di sekolah yang agak jauh dari rumah. Bukan cuma anaknya yang bersiap diri, ortunya juga. Karena memang ortulah yang akan support anak dari berbagai sisi. Menjaga agar anak tetap bahagia dan semangat untuk bersekolah. Isnya Allah.

Begitulah pengalaman saya mengikuti PPDB online jalur zonasi. Insya Allah pengen nulis lagi soal Q n A terkait PPDB online ini, tentunya based on pengalaman saya ya. Semoga ada semangat untuk menulis. Maklum, kalo virus malesnya udah dateng, wah udah deh…ga ada obatnya. Magerrrrr aja bawaannya. Wkwkw……


2 thoughts on “PENGALAMAN MENDAFTAR SEKOLAH ANAK LEWAT PPDB ONLINE DKI JAKARTA (PART 2)

  1. fanny_dcatqueen says:

    Alhamdulillah, akhirnya dapet juga ya mbaa ๐Ÿ˜๐Ÿ‘. Sedikit jauh dari rumah, tapi kalo toh sama aja Ama yg swasta, sama2 jaraknya, mendingan pilih yg negeri kan.

    Anakku yg lolos gel 3 , akhirnya dpt sekolah yg juga agak jauh dr rumah. Walo sama2 Jaktim. Rumahku kayu putih, tapi akhirnya dpt SD di Rawamangun yg Deket tiptop sana ๐Ÿคฃ. Jauh banget sih ga. Tapi Krn si adek msh 1 SD, aku udh pasti ga berani lepas dia berangkat naik angkot sendiri. Mungkin kalo udh SMP, ya GPP.

    Akhirnya mau ga mau, sewa driver antar jemput si adek. Untung ada tetangga yg mau ๐Ÿ˜.

    Yg penting mah kita support aja ya mba ๐Ÿ˜„๐Ÿ‘

    Liked by 1 person

    • imeldasutarno says:

      Hi mbak Fanny…maaf banget baru sempat respon sekarang. Peluk virtual…awah akhirnya ada juga yang sama-sama ngalamin PPDB tahun ini. Iya, support ortu intinya. Mudah2an anak-anak kita semangat terus sekolah meskipun rada jauh ya mbak. Dan pastinya sehat2 selalu ๐Ÿ™‚

      Lagi rada deg2an nih, PTM 100% jalan terus padahal covid naik lagi hiks hiks ๐Ÿ˜ฆ

      Thanks udah main ke sini ya mbak

      Like

Leave a comment