Having Pets and Responsibility

Postingan geje kali ini adalah tentang …….. betapa manisnya diriku *dilempar sampah sama warga.

Abaikan kalimat di atas…mungkin yang punya blog lagi kerasukan apaan tau. Nah kali ini saya pengen cerita-cerita ringan, soal memelihara hewan di rumah. Udah baca judulnya? wuih sok keren banget yak ni orang?

Pasti banyak ya teman-teman sekalian yang punya peliharaan di rumah. Mulai dari ikan di akuarium, kucing, burung, anjing, bahkan peliharaan yang rada ekstrem seperti ular, kadal dan lain-lain. Kalo ngomongin peliharaan seperti sapi, kambing, kerbau, bebek, ayam….kayaknya dibahas di postingan soal peternakan dan akan ditayangkan di acara Dari desa ke Desa *candanya lawas banget mbak?

pets

gambar dari sini

Kalau saya….gak punya peliharaan apapun. Dari mulai mengerti apa itu yang namanya hewan piaraan sampe udah setua gini hampir kepala empat, ya gak punya.

Enam tahun lalu saya masih ingat, salah satu teman sekantor memelihara seekor kelinci yang masih kecil (mungkin anak kelinci ya) di belakang halaman kantor. Kebetulan waktu itu kantor saya bentuknya rumah dan punya halaman belakang yang cukup luas. Karyawan dibolehkan membawa hewan piaraan asalkan tidak berlebihan, misalnya membawa 10 ekor kucing atau 20 ekor anjing ke kantor *eyes rolling. Singkat cerita si kelinci kecil ini entah gimana, lepas dan bisa sampai ke teras depan.
Kemudian dia bertemu kucing yang badannya lebih besar, akhirnya kayak berantem gitu apa gimana saya juga agak lupa ceritanya *maklum sudah mulai memikun. Akhirnya si kelinci kecil kalah, dan sad endingnya….si kelinci mati, mungkin karena gigitan si kucing.
Yang selanjutnya terjadi: teman saya itu pas harus pergi ke klien mau meeting, dan akhirnya menyerahkan soal beres-beres plus penguburan kelincinya ke office boy kami. Office boynya ya terpaksa. Kenapa terpaksa? Karena di saat yang bersamaan dia sebenarnya punya kerjaan/tugas lain, tapi ya dihold dulu demi ngurusi jenazah kelinci.

Libur lebaran tahun 2016. Pak suami mengajak kami sekeluarga berkunjung ke rumah salah satu kerabatnya. Rumah si kerabat besar, bahkan tergolong mewah. Sayang begitu kami sampai di sana, rumah kosong. Pas ketok-ketok ga ada orang blas. Sepuluh menit kami menunggu, datanglah salah satu cucu dari kerabat tersebut naik motor. Katanya dia memang rumahnya gak jauh dari sang eyang, dan pas mau berangkat kerja, pas lewat rumah eyang, dia lihat kami sedang ketok-ketok pintu. Singkat cerita si cucu yang kebetulan memegang kunci serep rumah itu, membuka rumah dan mempersilakan kami masuk. Ingin rasanya pingsan….tapi ya harus menghormati empunya rumah. Jadi………..kerabat pak suami itu memelihara beberapa ekor kucing anggora. Dalam kondisi rumah kosong itu, mungkin si kucing pup atau pipis atau apalah, dan baunya menguar ke mana-mana, meskipun mereka dengan jinaknya berada di dalam kandang masing-masing lengkap dengan makanan kucing dan air minum. Bau kotorannya menyengat. Untuk kami tidak lama-lama di situ, hanya sekitar 10 menit karena si cucu pun harus buru-buru masuk kerja. Kalau lebih lama lagi, saya pastikan saya muntah dan kemudian masuk UGD *lebay ah. Tau sendiri kan bau kotoran kucing seperti apa?

Ketika saya masih lajang dan ngekost di daerah Tebet, dekat kantor. Seorang teman kost tiba-tiba memelihara kucing. Ia meyakinkan semua penghuni kost kalau kucingnya jinak dan tidak buang kotoran sembarangan. Wah terlatih ya kucingnya. Kalau teman saya itu bekerja, kucingnya dikurung dalam kamar saja, entah dalam kurungan atau dibebaskan di dalam kamar dan dia bisa ke sana kemari sebatas area kamar. Saya gak pernah menyelidiki sebegitu dalam. Suatu hari teman saya pergi lepas maghrib. Kucingnya rupanya ingin mengeluarkan diri dari kamar. Si kucing naik sampai lubang angin pintu kamar, mencakar-cakar lubang angin yang sedikit demi sedikit robek juga. Akhirnya yang terjadi selanjutnya, kita-kita berusaha kontak via hape ke teman itu, memberitahukan kelakuan si kucing. Sepuluh menit kemudian si teman sudah sampai di kost dan minta-minta maaf ke kami semua karena kucingnya udah nyusahin dll dst.

Saya pribadi. Gak pernah dan gak minat punya hewan peliharaan. Mungkin banyak yang menilai saya tidak berperikebinatangan. Ah enggak juga. Kalau liat anjing kecil yang lucu-lucu saya juga suka gemes-gemes sendiri walau hanya ngomong doang gak sampe megang dan elus-elus. Begitu pula kalo liat teman yang punya peliharaan musang, suka berseru “iiih lucunyaaaa…!”
Yang pasti, satu hal yang mendasari adalah prinsip bahwa : kalau mau punya peliharaan apapun boleh, tapi wajib bertanggung jawab untuk semua-muanya. Jangan cuma senangnya aja punya yang bisa diajak main, dielus-elus dll, tapi hanya sebatas itu. Pas ada trouble kita juga wajib bertanggung jawab. dan sebisa mungkin jangan mengganggu ketentraman umum.

Nah si prinsip inilah yang hingga detik ini tidak bisa saya patuhi. Tidak bisa saya jalankan. Makanya saya memilih untuk tidak memelihara hewan di rumah. Saya masih gak sanggup untuk membersihkan kotoran mereka kalau mereka buang air. Jangankan membersihkan, mencium baunya saja sudah ingin muntah. Jangankan saat mereka buang air, tanpa mereka buang air saja mencium bau hewan sudah bikin saya pening duluan. Kemudian sayapun belum siap untuk bertanggung jawab penuh jika misalnya si hewan sakit, atau lepas dan mengganggu tetangga (misalnya buang air sembarangan di tempat tetangga. Atau malah mengacak-acak halaman tetangga).

Sekali lagi, memelihara hewan di rumah samasekali tidak ada salahnya. Yang paling penting bertanggung jawab all in ya guys. Sayang sama hewan itu ajaran dalam semua agama di dunia kok 🙂

Ada yang punya pengalaman dengan hewan peliharaan? Mari kita talking-talking di komen, okeh?
signature

 

7 thoughts on “Having Pets and Responsibility

Leave a comment