6 Tips yang Bisa Dilakukan untuk Menghindari Anak dari Radikalisme

Semenjak terjadinya tragedi bom Surabaya yang dengan keji mengikutsertakan anak-anak tak berdosa, di media sosial pun ramai bertebaran tips untuk menghindari anak-anak kita terjebak dalam paham radikalisme yang salah. Saya pun membaca di beberapa sumber. Berikut saya tuliskan di blog ini, sebagai pengingat untuk saya juga, jika besok lusa saya mungkin khilaf. Karena saya hanya manusia biasa.

1. Selektif ketika memutuskan di sekolah mana anak kita akan menuntut ilmu.
Menyekolahkan anak di sekolah umum memang merupakan jawaban yang baik. Di situ anak akan bersosialisasi dengan teman-teman dari berbagai agama dan latar belakang. Heterogen.  Belajar bertoleransi, belajar menyayangi semua manusia tanpa memandang suku ras apalagi agama.

Namun bukan berarti kita sebagai orang tua tidak boleh menyekolahkan anak di sekolah berbasis agama. Boleh banget. Anak saya aja masuk sekolah Islam.
Tapi selektiflah.

Gimana caranya? Coba rajin pantau sosmed sekolah yang bersangkutan, termasuk sosmed para guru dan karyawan yang bekerja di situ. Bisa keliatan kok ke mana arah pemahaman masing-masing personil, dari status, link yang di share, dan komen-komen yang ditulis. Kalau misalnya sekolah yang bersangkutan mengadakan acara pameran atau promosi sekolah yang terbuka untuk khalayak umum, juga boleh didatangi. Biar kita bisa melihat gimana sekolah bersikap kepada calon-calon murid dan wali muridnya.
Tips ini saya kutip dan modif dari caption IGnya mbak @nenglita.

2. Ikutan belajar semua mata pelajaran di sekolah anak. 
Maksudnya begini: usahakan kita juga mempelajari, atau minimal tau apa sih isi buku-buku pelajaran anak di sekolah? Apa content dari buku pelajaran tematiknya, pelajaran agamanya, matematika, dan lain-lain. Saya setiap kali anak ganti buku cetak baru terutama pas kenaikan kelas, pasti membuka lembar demi lembar buku, mengecek isinya. Adakah yang aneh? Adakah materi yang menjurus pada paham yang menyesatkan, yang mengandung sentimen negatif, menghasut agar membenci orang lain?

Cara lain adalah dengan membuat sendiri soal-soal latihan ulangan/ujian buat anak. Sungguh old school dan mungkin mengundang tawa dari orang lain. Gimana enggak? Di tengah kemajuan teknologi dan begitu banyaknya tersebar LKS Latihan Ujian di toko buku, ngapain masih bikin soal manual?
Jawabannya: ketika berusaha membuat soal, otomatis mata ini menelusuri setiap jengkal materi dalam buku cetak sekolah anak. Dan dengan begitu ketika ada materi yang aneh dan perlu diwaspadai, langsung ketauan. Sesimpel itu.

Dan hingga saat ini, saya masih rutin membuat sendiri soal latihan ulangan untuk anak saya. Sempet gak sempet, ya mesti sempetin…demi anak. Gak punya waktu luang karena sibuk kerja di kantor? Sabtu minggu deh sempetin baca-baca buku cetak sekolah anak. Mungkin terlihat hal remeh temeh kecil, tapi insya Allah inilah salah satu cara kita ngejaga supaya anak terhindar dari paham yang gak kita inginkan.

3. Pantau pergaulan anak-anak kita.
Dengan siapa dia bergaul, apa latar belakang orang tua teman-temannya. Seringkah dia bermain ke rumah satu orang teman saja, atau lebih suka bermain bersama-sama dalam kelompok besar. Kepoin diam-diam sosmednya dan teman-temannya. Kalo anak ikut les setelah jam sekolah, usahakan kita yang nganter jemput, supaya tau apakah memang benar les atau malah melenceng ke hal yang tidak kita inginkan. Plus point anter jemput les ini, anak akan ngerasa diperhatikan dan dihargai sama ortunya.

Memang tidak mudah, apalagi semakin bertambahnya usia anak. Semakin ia dewasa, semakin pula ia menutupi banyak hal-hal yang menurutnya privasi. Semakin dewasa sudah pasti dia pengen ke mana-mana sendiri atau bareng temannya, bukan lagi didampingi sama emak bapaknya.

Pernah ada cerita dari pakar di salah satu talkshow parenting yang saya ikuti. Pakar tersebut sudah punya dua anak remaja. Karena bapaknya ini sering kepo sama sosmed dua anaknya, akhirnya sama si anak ya dibloklah si bapak. Anak akan merasa kok bapaknya pengen tau banget dengan detil siapa aja teman-temannya. Udah ngalah-ngalahin intel BIN. Dia akan merasa gerah dan risih, sudah pasti itu.

Susah memang, tapi saya percaya tiap keluarga, tiap orang tua punya cara/solusi. Misalnya nih…….ini cara gampil-gampil oon sih menurut saya, but i don’t know, maybe it works (saya juga belum pernah nyoba karena anak-anak saya belum punya akun sosmed): buat akun fiktif sosmed, lalu jalin pertemanan via akun itu dengan anak kita. Sudah tentu gaya bahasa dan usia pemilik akun pura-pura ini mesti sesuai sama usia anak kita. Dari situ pelan-pelan kita bisa pantau gimana arah sosmed anak, apakah baik-baik saja atau sebaliknya. Usahakan tetap menggunakan bahasa santun dalam akun fiktif itu, gak usah lebay. Toh tujuannya hanya untuk mantau anak kan? Mohon maaf kalau tips ini rada gak bener. Intinya seperti yang saya bilang di atas, masing-masing keluarga punya solusinya.

4. Bangun keharmonisan dalam keluarga bahkan hanya dengan kruntelan bareng di tempat tidur. 
Hal-hal remeh temeh kayak kruntelan bareng, ketawa ketiwi, cerita-cerita sebelum tidur, sedikit banyak punya peran untuk membuat anak merasa disayang dan rumahnya memang tempat yang menyenangkan untuk menjalani kehidupan. Memang semakin besar anak gak mungkin yaaa kruntelan mulu, udah risih bok hahahaha. Untuk yang punya anak masih kecil, manfaatin masa kecilnya dengan hal-hal remeh yang saya sebut di atas. Kecil-kecil lama-lama jadi bukit. Dari kecil kita pupuk kondisi rumah yang ramah dan menyenangkan, seterusnya anak akan merindukan hal ini sampai kelak ia out dari rumah karena sudah menikah misalnya.

Intinya jangan sepelein hal kecil yang bisa dilakukan bareng sama keluarga/anak. Kalo bisa dilakukan, ya lakukan selama itu menyenangkan dan positif.

Selain itu bangun komunikasi interaktif dengan anak. Itu juga kunci keharmonisan. Jangan cuma satu arah: orang tua merintah, anak wajib ngikutin aturan dan perintah ortu. Mesti denger juga apa ungkapan perasaan dan pendapat anak. Mau pendapatnya salah tetap harus dengerin dulu dulu sampe habis. Lalu jangan lupa untuk meminta maaf kalau memang kita sebagai ortu berbuat salah ke anak. Ini akan membuat anak merasa dihargai.

5. Paparkan anak pada keadaan temannya yang serba kekurangan.
Berkunjung ke panti asuhan, kasih sedekah ke pemulung yang ketemu pas kita jalan-jalan, ikutan ngumpulin baju bekas buat nyumbang ke korban banjir. Sedikit demi sedikit kita ngajarin anak belajar untuk menyayangi orang lain dan bersyukur karena kondisinya lebih baik ketimbang teman-temannya yang kurang beruntung. Ajaran kasih sayang yang udah tertanam sejak dini pada anak, insya Allah bisa membimbingnya untuk tetap punya rasa belas kasihan dan sayang pada sesama manusia lain sampai ia tua nanti.

6. Banyak berdoa. 
Kita cuma manusia biasa. Sekuat tenaga kita berikhtiar, kita masih sangat mungkin tergelincir atau khilaf. Banyak berdoa, minta pertolongan sama Yang Maha Kuasa supaya menjaga anak-anak kita, dan agar kita tetap diberi kekuatan untuk membimbing mereka menjadi anak-anak yang berbudi baik dan selalu jauh dari sikap dan sifat kekerasan. Tips ini saya kutip dan modif dari caption IGnya @liburananak.

Sebetulnya pasti masih banyak lagi tips yang bisa ditulis tentang membimbing anak-anak kita agar jauh-jauh dari yang namanya paham radikal dan terorisme. Saya cuma nulis 6. Mungkin ada yang mau nambahin? Monggo, karena saya pun sangat butuh masukan. Dan sampe saat ini saya juga masih usaha belajar menerapkan apa yang udah saya tulis di atas, di rumah saya. Gak sempurna, tapi setidaknya berusaha.

Terima kasih sudah membaca. Mohon maaf kalo tulisannya lebih bertendensi ke opini pribadi ya. Semoga berkenan.
signature

 

2 thoughts on “6 Tips yang Bisa Dilakukan untuk Menghindari Anak dari Radikalisme

  1. fiberti says:

    Ada kenalan yg saking takutnya anak kena paham radikalisme sampai di sekolahkan ke barat. Tapi jujur ga jaminan, krn kenal juga org yg jadi “keras” setelah pulang dari barat juga, rata2 org pintar…Mula2 aku heran tapi pelan2 jadi mengerti…

    Liked by 1 person

Leave a comment