Markonah dan Sutrisno

Markonah merasa campur aduk. Antara merasa berdosa, tapi juga senang, tapi juga serba salah. Semuanya menjadi satu.

Markonah bukanlah sosok supel dan punya banyak teman. Karena memang memiliki kesulitan bergaul, ya teman Markonah yang itu-itu saja. “Teman resmi” istilahnya. Maksudnya: waktu dulu ia bersekolah, ya temannya hanya teman di sekolah itu saja. Sisa hidupnya selama sekolah ia habiskan antara rumah-sekolah setiap hari. Gak punya geng, teman dekat, teman hura-hura, dan model seperti itu. Teman ya sebatas karena mereka satu sekolah saja, berada di angkatan dan kelas yang sama di sekolah tersebut. Pun ketika masuk bangku kuliah, bahkan kerja…ya begitu saja kehidupan Markonah. Ketika kerja, maka sehari-hari hanya rumah-kantor saja yang dilakoni. Temannya ya karena teman seprofesi.

Akibat kurang gaul inilah, maka Markonah pun agak sulit mencari jodoh. Dan akhirnya ketika menikah pun ya dia menikah dengan ex teman sekantor. Dari situ sudah kebaca ya lingkup pergaulan Markonah yang cuma muter di situ-situ aja. Bandingkan dengan teman-teman sebayanya yang menikah dengan teman dari temannya mereka (karena diperkenalkan waktu ketemu di aneka acara misalnya. Ketauan gaul deh mereka), atau menikah dengan teman yang ketemu di komunitas tertentu.

Markonah dan suami pun hidup bahagia. Memiliki dua orang anak yang manis-manis. Markonah pun berkarier dengan bekerja di sebuah perusahaan ekspedisi yang tidak begitu jauh dari rumahnya.

Sampai suatu saat Markonah merasakan degup jantung yang lain tiap kali bertemu Sutrisno. Sutrisno ini rekan kerja di perusahaan ekspedisi yang sama. Umur mereka terpaut 4 tahun. Tiap hari bertemu walau beda divisi. Terkadang mesti berkoordinasi satu sama lain untuk penyelesaian pekerjaan. Entah ada setan apa yang lewat….Markonah merasa bahwa ia menyukai Sutrisno. Padahal Sutrisno pun sudah berkeluarga, sama persis seperti Markonah.

Susah payah Markonah berusaha menghilangkan perasaan tersebut. Sebagai info…Sutrisno bukan sosok ganteng, berbadan sixpack. Tampangnya super biasa, cenderung kurus, bahkan seringkali oleh beberapa rekan kerjanya dibully akibat model rambutnya yang masih aja polem, padahal sebentar lagi udah mau tahun 2019.

Tapi untuk wanita seusia Markonah, kegantengan bukan lagi hal yang pertama yang bisa mencuri hatinya. Semata karena attitude Sutrisno yang kalo pake bahasa Ciamisnya “cool.”. Iya, Sutrisno ini tipe orang cool. Ada apa-apa gak paniknya duluan yang dinomorsatukan. Tetap tenang, tapi menjanjikan *alamak…bahasa apa pula ini?.
Ke-cool-an Sutrisno inilah yang sanggup membuat Markonah memiliki bunga-bunga di hati saban hari ia melangkahkan kaki keluar rumah dan menuju kantor. Markonah memang selalu tertarik pada lelaki yang berpembawaan tenang. Dan kebetulan suami Markonah pun memiliki pembawaan yang sama, makanya Markonah suka dan akhirnya mereka menikah.

Back to the feeling. Di saat yang sama, Markonah merasa menangkap sinyal bahwa Sutrisno pun memiliki perhatian tersendiri pada Markonah. Maksudnya Sutrisno juga punya rasa ke Markonah.  Dari gerak geriknya, Markonah mengetahui bahwa Sutrisno pun ada rasa padanya. Wah….makin pusinglah kepala Markonah. Ini gila! Tidak boleh dibiarkan…..
Mereka masing-masing sudah punya rumah tangga euy….
Tapi yang namanya rasa…begitu kuat dan sulit untuk dihilangkan begitu saja.

Markonah bingung…semakinlah rasa dosa itu menyala saban hari ia berangkat ke kantor. Menatap wajah suaminya setiap hari di rumah, batinnya selalu berkata: seandainya suamiku tau apa yang tengah terjadi padaku….

Baik Markonah maupun Sutrisno tidak pernah sekalipun melakukan hal-hal yang menjurus. Satu sama lain paling banter hanya saling bertegur sapa, berdiskusi ketika memang urusan pekerjaan mengharuskan, tersenyum ketika berpapasan di kantor, namun satu sama lain selalu berkata dalam batinnya: ah senangnya bisa bertemu dengan si dia *sungguh 80an sekali ((SI DIA)).

Markonah tidak tau bagaimana cara menghentikan ini semua. Sungguh ia tidak tau…..

Jakarta, 16 November 2018 menjelang weekend dan menuju tanggal tua *lhah?
signature

5 thoughts on “Markonah dan Sutrisno

Leave a comment