Postingan ini terinspirasi dari mbak Silvia Fauziah. Ya, sejak pandemi dan terjadinya perubahan dalam semua sendi kehidupan kita, saya benar-benar gak nyangka.
Awalnya saya kira sistem Work From Home yang terpaksa kita lakukan, akan membawa kebahagiaan. Bayangannya: anak-anak yang hepi karena emaknya selalu ada 24 hours di samping mereka, bisa asik-asik kerja nyambi leyeh-leyeh di kasur, akan ada banyak waktu luang dan akan diisi dengan ngeblog, bakal bikin masakan-masakan baru dengan resep nyontek di medsos, dan masih banyak lagi bayangan indah lainnya.
Nyatanya? Sudah hampir 80 hari berada di rumah dan sungguh gak berguna! Mari saya jelaskan.
Semua bersumber dan berakar pada satu kata: malas.
WFH mengubah jadwal dan rutinitas. Yang semula selalu tertib bangun 04.30 WIB, mempersiapkan anak-anak ke sekolah plus setelah itu saya sendiri mesti ngantor….sekarang terasa longgar. Harusnya bisa. Harusnya WFH tetap bisa tertib jadwal asal ada kemauan. Tapi si malas ini terlalu berakar berkerak berlumut dalam diri ini. Akibatnya? Hampir setiap hari dengan cueknya bangun jam 8 pagi. Sudah itu saja? Oh tentu tidak…..
Setelah bangun, selalu dihantui pikiran: ah kerja dari rumah ini, bisa entar-entar aja (kerjaan kantor) diselesaikan, selama masih kaitannya dengan internal (bukan buat klien). Dan mantra ini benar-benar jahat.
Yang terjadi selanjutnya: eh kok dah siang? Eh kok belum masak makan siang buat anak-anak? Eh kok kerjaan ini belum gue kelarin? Eh kok tugas anak-anak (yg butuh bantuan ortu) belum kelar? Eh kok udah malam aja? Eh kok udah ngantuk? Ah udahlah besok aja kelarinnya toh WFH ini. And it always repeats almost every day.
Sudah WFH ditambah PJJ samasekali bukan hal mengasyikkan. Lelah jiwa menghadapinya, Ketika harus jadi ibu guru juga, ditambah kerjaan kantor, ditambah jadwal yang gak saya atur dengan tertib. Pak suami padahal sudah turun tangan buat membantu anak-anak selama masa PJJ.
Ada lagi? Ya tentunya menghadapi anak-anak yang semakin hari semakin mengeluh bosan dikarantina di rumah melulu. Saya pun tak cukup pandai menerapkan aneka ide kegiatan untuk anak-anak selama masa di rumah aja. Bertebaran ide di medsos tapi ujung-ujungnya cuma dibaca, diaplikasikan pun tidak! Kenapa? Karena udah kewalahan sendiri sama kekacauan jadwal yang gak disiplin. Mau bikin ini itu,malah pegang kerjaan kantor, malah miting Zoom, malah pengen rebahan juga karena capek. Kacau semua. Boro-boro nyoba resep-resep baru…..ujung-ujungnya kalo gak kepegang ya ceplok telor maning.
Akibatnya, selama di rumah saya merasa lebih sering kesal, marah, dan sumpek! Pernah saya satu kali harus ngantor karena ada yang urgent ga bisa dibicarakan via Zoom. Seharian di kantor, selain meeting, saya habiskan waktu untuk membereskan pekerjaan-pekerjaan. Rasanya sangat lancar, adem dan plong. Karena saya mengerjakannya sama persis tertibnya ketika ngantor sebelum pandemi.
Benar-benar gak berguna. Ya, saya mengutuk diri saya sendiri ini. Setelah menjalani 70 hari barulah berasa bahwa harus diubah. Terlambat? Sangat! Tapi lebih baik telat daripada tidak samasekali. Bukan, saya bukan sedang lomba produktif-produktifan sama orang lain selama masa di rumah aja. Tapi lebih kepada pertanggungjawaban kepada diri sendiri, mau digunakan untuk apa waktu yang diberikan Sang Pencipta ini? Buat bermalas-malasan? Atau untuk melakukan sesuatu yang berguna?
Sebuah hadist yang diriwayatkan Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma menyebutkan, “Jika engkau berada di sore hari, janganlah menunggu pagi hari. Dan jika engkau berada di pagi hari, janganlah menunggu sore hari. Pergunakanlah waktu sehatmu sebelum sakitmu dan hidupmu sebelum matimu.”
Makanya tiba-tiba saya bikin beberapa postingan sekaligus. Karena saya pengen berubah, lebih punya manfaat aja selama di rumah. Walaupun baru sekadar menghidupkan kembali blog ini, belum yang lain-lain seperti membuat ide supaya anak gak bosan di rumah, dll.
Sembari terus berharap pandemi ini segera berlalu sehingga semua kembali pada posisinya seperti semula. Anak-anak kembali diajar bapak/ibu guru di sekolah, bukan ortunya. Saya bisa ngantor lagi, bukan leyeh-leyeh di depan laptop sambil ngezoom di rumah. Termasuk ada waktu istirahat Sabtu Minggu, bebas dari pekerjaan kantor dan bisa rekreasi sama keluarga.
Terima kasih sekali lagi untuk mbak Silvia untuk inspirasinya.
Jakarta 31 Mei 2020
Dari yang kebanyakan malesnya
tetep semangat dong buk meski dirumah…
klo biasa kerja memang gitu sih..
bosen bosen cari kerjaan…
LikeLiked by 1 person
Sama! Saya juga mau disiplin diet selama WFH supaya turun 10 kg. Adanya leyeh2 makan tiduran, trus jd tambah gendud. Damn, girl! 😂😂
LikeLiked by 1 person
iya gimana ya cara ngilangin males ini? hiks hiks
LikeLiked by 1 person
memang membosankan karena ternyata memang kita itu makhluk sosial yang memamng butuh berinetraksi dg banyak orang
LikeLiked by 1 person
Semangat yaa mbakk 🙂
Memang butuh adaptasi. Mbak nggak sendirian kok, banyak di luar sana juga merasakan hal yang sama.
LikeLiked by 1 person
Halo mbak anik, makasih sudah mampir di sini. Ah senangnya saya gak sendirian ternyata ya *peluk virtual*
LikeLike
saya sampe jenuh mba..perasaan ga habis2 urusan di dapur-.-‘
LikeLiked by 1 person
mbak Rahma apa kabar? Gimana kondisi Covid di Turki sekarang ini? Jenuh tapi yg dikerjain banyak hal rasanya gpp ya mbak…..ketimbang kayak saya kebanyakan malesnya hiks hiks hiks…..
LikeLike
baik mba, alhamdulilah. Di Turki jg skrg mulai nerapin New normal–usia dibawah 18 thn sama diaats 65 tahun masih dibatasi keluar, hanya hari rabu dan weekend. saya blm berani ke tempat2 ramai nyari ke gunung2 atau desa aja
LikeLiked by 1 person
wuih asiknya bisa piknik ke desa dan gunung….semoga kami di Indonesia bisa segera menyusul kondisi di Turki, amiin…
LikeLike
Kok sama…..
LikeLiked by 1 person
Lha kok bisa? Kupikir cuman aku mbak….ternyata banyak yg samaan ya? *nangis berjama’ah
LikeLike
Hang in there Mba…
Aku pun sedang berusaha mengurai benang kusut karena pandemi ini 😀
LikeLiked by 1 person
Terima kasih sudah menginspirasi postingan mbak 🙂
LikeLiked by 1 person