Berobat ke Dokter Spesialis THT di RSKD Duren Sawit

Cerita ini sebetulnya adalah cerita November 2021 kemarin. Berhubung kemalasan tingkat kabupaten Bandung Barat, saya baru sempat menuliskannya sekarang.

Jadi ceritanya, anak bungsu saya, Lintang, sempat beberapa bulan merasa pendengarannya berkurang. Saya cek, memang kotoran kupingnya lumayan banyak. Sebagai anak jadul yang dari kecil terbiasa pake cotton bud buat bersihin telinga, saya pun mengaplikasikannya ke Lintang. Dan saya gak sadar…ternyata saya salah. Gak semua orang bisa dibersihin pake cotton bud. Malah sebetulnya kan ga boleh ya, karena makin dikorek, kotorannya malah makin masuk ke dalam. Ehm, walopun rada bingung, kok saya dan banyak orang zaman baheula lainnya aman-aman aja bersihin telinga pakai alat yang satu itu? Mulai dari kecil sampe tua bangka begini, kita yang selalu asik korek-korek, ga pernah kehilangan pendengaran, gak infeksi, dll dsb.

Singkat cerita, keluhan Lintang ini bikin saya kuatir juga. Akhirnya saya inisiatif membawanya ke dokter THT. Eh kita sekeluarga kan punya BPJS ya, tapi udah kebayang-bayang antrian, birokrasi lalalalilili….maka saya nekad membawa Lintang ke dokter dengan biaya pribadi, karena kepengen layanan yang cepat aja. Sok tajir……! Wahahaha…..Padahal ngorek tabungan dulu dong pas mau ke dokter.

Karena ga pernah ada pengalaman sebelumnya, mulailah saya browsing, di RS dekat rumah saya ada gak praktik dokter spesialis THT. Setelah riset kecil-kecilan dengan membaca review masing-masing RS, saya jatuhkan pilihan untuk datang ke RS Duren Sawit. Di situ ada dua dokter THT yang praktik.

Namanya pun calon pasien yang bakal bayar pake duit pribadi yekan……eikeh ogi dong bok (ogi=ogah rugi). Pengennya dapet dokter yang friendly, gak ketus, mau jelasin detail, pokoknya yang bikin kita puas deh sebagai pasien. Nah dari dua dokter THT yang praktik, saya riset lagi tentang siapa mereka, dan reviewnya bagaimana. Pilihan jatuh pada dokter THT Adelena Anwar.

Saya kepoin IGnya, cari-cari segala macam berita beliau di media online, sampai akhirnya nonton video beliau di salah satu channel seorang Youtuber. Dari situ saya mantap untuk milih dokter Adelena. Liat di Youtube, beliau ramah dan ga pelit penjelasan. Sudah senior padahal. Liat dari postingan IGnya, nampaknya orangnya juga humanis dan humble. Bukan tipe dokter yang kaku gitu. Plus saya tambahin doa, semoga pas ketemu benerannya ya memang orangnya ramah sama pasien.

Setelah itu saya coba telepon ke RS Duren Sawit untuk mengetahui birokrasi pendaftarannya gimana sih? Operator bilang, kalau atas biaya pribadi, tinggal datang saja. Pendaftaran mulai jam 07-10.00 WIB untuk dokter spesialis.

Oh ya, saya mau cerita sedikit soal RS Duren Sawit. Sebetulnya RS ini spesialisasi untuk penyakit yang berkaitan dengan kejiwaan dan juga rehabilitasi obat-obatan terlarang/narkoba. Tapi tetap punya poliklinik kandungan, penyakit dalam, THT, dan lain-lain. Nah, belakangan RS ini menambah bangunan baru areanya. Jadi semua poliklinik spesialis ditempatkan di bangunan baru. Senang hati ini, karena bangunan barunya super bersih, dan luas.

Jadi gak terlihat crowded meskipun banyak pasien menunggu. Tapi ACnya duingiiiin……..Disarankan pake jaket lengkap deh kalau berkunjung ke bangunan baru hehe. Untuk poli spesialis adalah di lantai 2. Apotek, pendaftaran/administrasi, di lantai 1. Pelayanan petugas di kedua lantai juga ramah-ramah.

Di hari H, saya dan Lintang diantar pak suami ke RS. Karena Covid-19, maka lokasi pendaftaran pasien dipindah ke halaman parkir, dan hanya memakai tenda gitu. Semacam tenda pengungsian. Mungkin supaya outdoor+sirkulasi udara bagus, ga membentuk kerumunan juga seperti layaknya kalau dalam ruangan.

Pendaftaran untuk biaya pribadi sendiri ga sulit. Ada petugas yang melayani kita di mesin pencetak nomor antrian. Setelah itu, menunggu sebentar sampai akhirnya petugas mencatat administrasi pasien. Selesai mencatat, kami diminta membayar administrasi pendaftaran di loket. Pembayaran bisa pakai debit juga. Uang pendaftaran adalah Rp30,000.

Ada kejadian unik pas di tenda pendaftaran. Seorang pemuda usia 20an digandeng ibunya sembari sang ibu melakukan pendaftaran. Pemuda yang berada di depan saya tersebut, tiba-tiba melihat ke arah saya, Ia menatap saya super lekat dan diam. Saya bingung karena ga kenal dan risih kok saya diliatin sedemikian lekat begini? Lumayan lama dia melihat ke saya. Saya buang muka. Sampai akhirnya pemuda yang masih terus digandeng ibunya itu ngomong-ngomong sendiri ga jelas dan melihat ke arah bawah, seolah-olah lawan bicaranya di bawah. Ya Allah….baru tersadar kembali. Ini kan RS khusus penyakit jiwa, jadi pemuda itu ya salah satu pasien yang memang mau berobat. Legalah hati ini.

Back to topic. Selesai bayar di lantai 1, kami diminta naik ke ruang praktik di lantai 2. Berhubung ini RS dengan spesialisasi kejiwaan dan rehabilitasi narkoba, maka praktik dokter spesialis di luar dua items tersebut, terbilang minim pasien. Alhamdulilah, batin saya. Sembari menunggu, saya sibuk mikirin “duh Dokter Adelena gimana ya nanti? Semoga banyak senyum, banyak menjelaskan deh, amiiin….”

Tibalah giliran Lintang. Begitu masuk…..kagetlah awak ni. Kok dokternya wajahnya beda sama yang saya pantengin di IG nya? Saya beranikan diri bertanya apakah benar ini Dokter Adelena? Eh ternyata bukan dong.
“Saya dokter Vita bu. Dokter Adelena lagi melayat ke rumah keluarganya yang meninggal, jadi saya sementara menggantikan beliau. Kadang-kadang kita gitu kok bu, ganti-gantian aja kalo memang pas salah satu gak bisa.”

Deg! Dokternya perempuan, masih muda, dan ….ya Allah kok ramah banget ya beliau? Karena menghadapi pasien anak, beliau langsung tanya dengan ramah, dan sering memanggil anak saya “sayang”.
“Sekolahnya kelas berapa, sayang?”
“Gak papa ya, gak sakit kok. Dokter liat sebentar ya kupingnya. Duduk sini, yuk. Eh kurang. Geser sedikit sayang duduknya”

Aaaaahhhhh……..aku melayang guys. Semua doa terkabul. Dih lebay amat ya gue jadi emak-emak? Dapet dokter sesuai ekspektasi aja udah bikin girang gemirang…… Eh dan suster pendampingnya juga sama ramahnya dong. Duuuh….hepi skaliiii rasanya. Tapi memang ada peraturan bahwa selama proses pemeriksaan, kita gak boleh mendokumentasikan. Pak suami mau foto, suster dengan sigap mencegah. Ya sut lah kita ikuti saja peraturannya.

Jadi dokter Vita, atau lengkapnya Dokter Rahma Novitasari ini super ramah guys. Selama pemeriksaan, ga ditanya aja beliau jelasin dengan detil gimana mekanisme kotoran kuping manusia, do’s and dont’s yang harus ortu lakukan pada anak, dll. Detil. Trus anak saya juga bener-bener diperlakukan selayaknya pasien anak. Lemah lembut banget. Anak saya berasa secure banget di atas kursi pasien.
Nah pada kunjungan perdana ini, dokter Vita bilang kalau memang banyak kotoran telinga yang numpuk. Dan itulah yang bikin pendengaran Lintang kurang jelas. Sayangnya, belum bisa dikeluarkan karena keras. Kuatir malah infeksi jika dipaksa. Jadi terpaksa harus melakukan kunjungan kedua dong. Lintang dikasih obat tetes pelunak kotoran telinga yang harus dipakai sampai 4 harian. Setelah itu ke situ lagi untuk dicek dokter.

FYI, sistem di RS Duren Sawit ini sudah online semua. Jadi, dokter langsung ketik-ketik di sistem komputer agar petugas apotek langsung menyiapkan obat yang di-request beliau, di lantai 1. Ga perlu kita sebagai pasien bawa-bawa kertas resep ke apotek.
Selesai periksa, kami ke lantai 1 menebus obat.

Pada kunjungan kedua, kami datang dan melakukan prosedur yang sama mulai dari pendaftaran sampai akhirnya masuk ruang praktik dokter Vita. Alhamdulilah setelah 4 hari ditetesi obat, kotoran telinga Lintang sudah bisa dikeluarkan. Dengan alat penghisap seperti selang, dokter mulai bekerja. Wah banyak deh kotoran yang tersedot ke luar. Selesai dibersihkan dan kotorannya ditunjukkan ke saya, Lintang dites pendengarannya. Alhamdulilah dia bilang sekarang sudah bisa mendengar dengan jelas.
Lagi-lagi semua diinput dokter ke sistem. Jadi, kalau di kunjungan pertama tidak ada tindakan, hanya tebus obat+bayar jasa konsul dokter, maka di kunjungan kedua ini ada biaya tindakan. Nama tindakan yang dilakukan pada Lintang itu adalah ekstraksi/irigasi serumen unilateral. Nah ini yang lumayan mahal hehe…..

Tapi, walau harus mengeluarkan lumayan banyak biaya untuk dua kali kunjungan, buat saya semuanya terbayar dengan kepuasan tingkat dewa saya terhadap layanan dari dokter Vita. Dokterrrr….aku padamuuuu, ihiy….. Rekomendit bangetlah pokoknya!

Nah berikut rincian biaya yang dikeluarkan dengan biaya pribadi ya:

Pendaftaran administrasi per kedatangan: Rp30,000 x 2 kali kunjungan = Rp60,000
Biaya jasa/konsul dokter spesialis per kedatangan: Rp180,000 x 2 kali kunjungan = Rp360,000
Tindakan ekstraksi/irigasi serumen unilateral: Rp210,000
TOTAL: Rp630,000

Ini di luar jajan di Indomaret setelah pulang dokter yaaaa…..
Yaaa namanyapun nak anak ya guys wkwkwk……

Next kalau memang ada kebutuhan harus ke spesialis, pengen juga nyoba jalur BPJS ke RS ini.

Semoga pengalaman saya berobat ke RS Duren Sawit ini bermanfaat ya temans. Tentunya saya berdoa semoga kalian semua sehat-sehat jadi ga perlu ke dokter. Terima kasih sudah membaca 🙂

Leave a comment